Selasa, 31 Mei 2011


Kisaran usia remaja laki-laki dan perempuan adalah antara 14-15 tahun sampai dengan 17-18 tahun.  Pada usia perkembangan tersebut, percepatan partumbuhan fisik sangat menonjol, sementara itu ciri seks primer dan sekunder pun ikut mengalami pertumbuhan. Proses pertumbuhan tentu saja mengarah pada bentuk dan pematangan fungsi seperti layaknya manusia dewasa.
Gejolak emosional, sebagai penyertaan percepatan perkembangan fisik, sering terjadi begitu ekstrem sehingga menyulitkan remaja sendiri maupun lingkungannya. Konflik dengan orang tua dan keluarga umumnya akan berkembang yang sering ditandai pada satu sisi oleh kebutuhan yang kuat untuk mandiri (otonom). Sedangkan pada sisi lain dalam kenyataannya ketergantungan baik moril maupun materiil masih sangat besar pada orang tua dan keluarga.
Pertumbuhan fisik yang spesifik terjadi adalah pematangan bentuk dan fungsi kelamin pada masa remaja. Pertumbuhan seks ini membawa konsekuensi psikologis yang cukup rumit dihadapi remaja, karena bersamaan dengan itu remaja pun menydari akan munculnya kebutuhan fisik baru, yaitu dorongan seksual dan kebutuhan akan pemuasnya baik secara erotic maupun hubungan seksual.
Kenyataan akan kesenggangan antara pematangan fungsi biologi dan pematangan sosial psikologis pun menjadi kendala psikofisik cukup berat yang harus dihadapi remaja.
Pertumbuhan fisik remaja akan membuat remaja kelihatan mengarah pada bentuk tubuh orang dewasa, yang antara lain ditandai dengan tinggi badan yang bertambah, lebar punggung dan pinggung yang bertambah, dan panjang serta besarnya organ indera dan fungsinya yang semakin sempurna. Ciri-ciri sekunder pun tumbuh pula baik pada remaja laki-laki maupun remaja perempuan.
Percepatan pertumbuhan dan perkembangan fisik disertai pula gejala fisik lain yang dirasakan kurang nyaman oleh remaja, menyebabkan remaja menjadi cepat lelah, malas, dan mudah mengantuk, sementara kuantitas dan kualitas makanan yang dibutuhkan pun meningkat. Kondisi ini akan diikuti  oleh hal-hal sebagai berikut :
a.    Keinginan mengisolasikan diri dari pergaulan umum maupun pergaulan keluarga.
b.    Kejenuhan/ kebosanan. Timbul rasa bosan melakukan kegiatan yang sebenarnya selalu dilakukan dengan senang hati, seperti bosan sekolah, bolos, sukar berkonsentrasi, dsb.
c.    Gangguan koordinasi. Sering remaja tidak menyadari besarnya tubuh saat  ini sehingga aktivitas fisik sering dilakukan seperti seolah kelebihan tenaga.
d.    Antagonisme sosial. Kebutuhan “otonom” , mandiri dan berkembang sebagai konsekuensi perlakuan yang menuntut dari lingkungan terhadap remaja. Namun kenyataanya, remaja merasa ia sendiri belum yakin akan kemampuan untuk otonom, sehinggan remaja sering dihadapkan pada situasi frustasi.
e.    Peningkatan emosionalitas. Kemurungan, cepat tersinggung, sifat-sifat provokatif, depresi, marah-gembira, silih berganti dala waktu relatif cepat, sehingga sulit dimengerti oleh orang tua, keluarga, dan sekolah.
f.     Kehilangan keyakinan diri. Perasaan selalu disalahkan lingkungan sering membuat remaja merasa kehilangan keyakinan diri. Hal ini diikuti rasa rendah diri yang eksesif pada seBagian remaja.
g.    Kesadaran akan kebutuhan erotiks dan seksual yang mendorong rasa ingin tahu tentang masalah seks dan seksulitasnya.
Berangkat dari rasa ingin tahu yang sangat besar inilah, kisaran perilaku seksual  remaja berada dalam dimensi yang wajar /normal hingga menyimpang. Gejolak emosi remaja yang fluktuatif seperti diungkapkan diatas membawa remaja pada posisi bertanya-tanya tentang keadaan teman remaja lainnya. Mereka mempertanyakan keadaan teman sebaya dan hal inilah yang membuat kedakatan emosional remaja terkait erat dengan teman sesama remaja.
Kedekatan emosional yang terjalin terkadang bahkan menggeser kedekatan emosional antara remaja dengan orang tua bahkan keluarganya. Mereka terkesan kompak dan saling melindungi. Rasa ingin tahu tentang hal seks pun diungkap dalam relasi dengan teman sebaya. Oleh berbagai sebab memang terdapat kondisi mental remaja yang secara dimensional dapat diungkap sebagai kondisi remaja sehat mental sampai dengan remaja bermasalah.
Remaja bermasalah akan ditandai oleh rasa rendah diri yang identitasnya tinggi, sangat labil secara emotional, sulit bergaul, dan terpaku pada gejolak emosi serta dorongan seksual semata. Bagaimana karakteristik remaja bermasalah? kaliankah salah satunya?
Adapun karekteristik remaja bermasalah adalah:
1.    Remaja bermasalah pada dasarnya kurang mampu berkawan dan tidak popular. Ia akan mengisolasikan diri. Rasa ingin tahu tentang seks akan dilampiaskan dengan atau melalui kegiatan mastrubasi/onani yang berlebihan yang membuat remaja
2.    Pada remaja bermasalah yang dikuasai oleh dorongan agresi  dan antagonistik, maka kepekaan terhadap pengaruh perilaku seks menyimpang maupun seks pra nikah pada umumnya akan lebih tinggi. Pada umumnya mereka juga lebih rawan serta mudah terpengaruh penggunaan obat-obatan dan minuman keras, terlebih lagi kebiasaan merokok. Remaja tipe ini akan menyalurkan rasa ingin tahu terhadap seks melalui membaca “terbitan yang memuat informasi yang mengandung pornografi”, gambar porno serta menonton “ Blue Film (BF)  di antara remaja sekelompok, serta melakukan eksperimen seksual dengan cara onani bersama teman sebaya baik sejenis maupun dengan lawan jenis mereka, mencoba hubungan seksual dengan lawan jenis sebaya, bahkan dengan pekerja seks, mencoba perilaku seks homoseksual dengan teman sebaya atau dengan waria yang berprofesi sebagai prostitusi, bahkan dapat melakukan pemerkosaan terhadap korban yang ditemui dijalan atau bahkan dengan orang yang dikenalnya bahkan tidak tertutup kemungkinan dengan anak yang masih dibawh umur sekalipun. …BAHAYA….
                                         
Dengan perilaku tersebut remaja akan mengembangkan sikap  seksual negatif yang ditandai perilaku psikososioseksual sebagai berikut :
1.        Perkembangan sikap seksual negatif, sehingga mengalami kesulitan berkonsentrasi dalam belajar, kesulitan dalam menjalin relasi heterososial yang baik, akan memperlakukan lawan jenisnya dengan cara yang tidak sesuai dengan tatanan normatif yang berlaku.
2.        Remaja tipe ini akan secara bertahap kehilangan makna sakral hubungan seks antar jenis kelamin. Ia akan menganggap seks sebagai sesuatu yang dapat dengan mudah diperjualbelikan.
3.        Dengan kehilangan makna sakral masalah seksual, remaja ini akan menempatkan dorongan seksual tidak lebih tinggi dari sekadar dorongan hewani. Tentu saja kondisi ini akan mendorong remaja remaja berperilaku seks bebas yang membawa konsekuensi terserang penyakit kelamin seperti gonorhoe, herpes seksual, sifilis, bahkan AIDS.
SEMOGA KALIAN BUKAN REMAJA YANG SEPERTI ITU…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar